Sumber Masalah

Kamu mau ngga, kena masalah? Ngga mau kan? Pengennya hidup itu ya lancar, tenang, damai.

Gimana biar hidup bisa lancar, tenang, dan damai? Harus ada usaha, biar terwujud, diupayakan, diusahakan, gitu ngga?

Tapi saya punya pemikiran sebaliknya.

Daripada berusaha biar bisa tenang dan damai, kenapa ngga berusaha biar ngga ada masalah?

Buat saya usaha biar tenang dan damai itu lebih berat daripada usaha biar ngga ada masalah.

Karena saya meyakini 90% masalah itu hadir karena ulah kita sendiri, faktor internal. Sisanya 10% dari faktor eksternal.

Tenang dan damai bisa lebih mudah diupayakan ketika kamu ngga punya masalah, dan ngga cari-cari masalah, atau bahkan buat-buat masalah.

Bahkan kalau bisa, gimana caranya supaya segala upaya yang kamu lakukan, segala kebijakan yang kamu pilih, dan segala keputusan yang kamu buat, itu potensi muncul masalah-nya adalah zero, nol.

Untuk me-nol-kan masalah, kamu butuh Game Theory dan simulasi yang bagus.

Inget kuncinya, fokus pada hal “jangan sampai muncul masalah”, bukan berusaha pada “tenang dan damai”.

Pada kenyataannya, ngga ada jaminan jadi nol masalah, karena tetep ada 10% faktor eksternal, bisa karena orang lain, bisa juga karena ketetapan Allah.

Tapi seenggaknya we did our best.

Dan selama ini, hal-hal yang coba saya zero-kan resikonya, emang alhamdulillah berakhir baik (minim masalah).

Dari berbagai kemungkinan internal, ini hal-hal yang paling sering bikin kamu terjebak dalam masalah:

  1. Ngga mau nunggu, terburu-buru
  2. Terlalu nge-gas, lupa nge-rem
  3. Banyak spekulasi, kurang amunisi

Buru-buru

Dalam hal ini, ada dua jenis orang:

  1. Mengambil keputusan tepat secara cepat
  2. Buru-buru

Untuk nomor 1 jelas, yang bisa melakukannya adalah orang yang udah punya jam terbang tinggi, dan skill yang mumpuni.

Kalau nomor 2 itu bisa terjadi pada siapa aja.

Penyebab seseorang terlalu buru-buru itu juga beragam, tapi saya mau tulis satu aja yang paling besar penyebabnya; kurang ilmu.

Karena kurang ilmu, dia jadi merasa idenya harus segera dieksekusi, misalnya. Dia menganggap peluang semacam ini belum tentu ada lagi.

Dia merasa kalo ngga jalan sekarang, nanti ketinggalan sama kompetitor dan ngga bisa dibalap lagi.

Dia ngerasa bakal diduluin orang lain.

Saking buru-burunya, sampe dia lupa bahwa once you go in, you can not go back. Sekali masuk, susah atau bahkan ngga mungkin untuk mundur.

Yang terjadi di medan pertempuran itu sering mengejutkan buat orang yang terburu-buru dalam mengambil keputusan.

Kagetan.

“Loh, ternyata begini.”

“Aduh, lupa memperhitungkan ini.”

“Yah, tau gini mah mending nanti aja.”

Dan sederet ungkapan penyesalan lain. Bubur ngga bisa jadi nasi lagi.

Mengambil keputusan tepat secara cepat itu akan mudah dilakukan oleh orang-orang yang udah level 80-100.

Buat yang belum, ya perbanyak baca, belajar, dan berguru, biar bisa segera mencapai level 100.

Baca tulisan atau buku mungkin bisa nambah 5-10 level, so baca terus tulisan-tulisan saya di mana aja. Ya saya ngga bilang dengan baca tulisan saya, bisa langsung ke level 100, seenggaknya naik 2 sampai 3 level lah ya.

Lupa Nge-rem

Pernah ngga sih kamu belajar untuk bilang “iya” apapun pernyataan dan pertanyaan yang disampaikan orang lain?

Orang bilang, “Eh kamu kok beli barang itu sih? Itu kan bla bla bla..”

Kamu jawab, “Iya, saya kurang cermat pilihnya”

Padahal itu salah satu barang paling bagus yang pernah kamu pakai.

Maksud saya, selalu kasih jawaban atau respon yang orang lain merasa diuntungkan, dipuaskan, diangkat, dan sejenisnya.

Kenapa begitu?

Selain kamu dapet pahala karena nyenengin orang lain, kamu juga lagi latihan untuk mengendalikan emosi dan ego.

Kebanyakan masalah muncul karena emosi dan ego. Nge-gas mulu hidupnya, sampai lupa rem ada di mana.

Nge-gas itu perlu, karena dengan itu akan bikin akselerasi kita cepat, tapi kita juga mesti libatkan rem biar ngga semua-semua ditabrak sembarangan.

Biar nge-gas-nya itu terkontrol, bikin 3 filter ini:

  1. Ada untungnya buat saya.
  2. Ngga menyakiti orang lain.
  3. Ngga ada kerugian yang bersifat domino.

Dengan 3 hal itu, insya Allah rem akan berfungsi dengan baik dan benar.

Mungkin kamu mau tanya, kerugian bersifat domino itu gimana?

Sederhananya gini, kamu rugi, lingkungan rugi, aset-aset jadi kebawa rugi, keluarga kena efeknya, berurusan panjang sama orang lain, dst. Intinya satu masalah jadi bisa ngebawa-bawa masalah lain, yang akan bikin kamu makin stress.

Banyak Spekulasi

“Kayaknya kalo begini bagus deh.”

Semua kalimat yang mengandung kayaknya, menurut saya, bisa jadi, dll itu adalah ciri dari sifat spekulatif.

Apakah spekulasi itu dilarang? Ngga lah, spekulasi itu bagus dipakai dalam kondisi darurat. Tapi spekulasi yang bagus itu harus ditopang oleh data-data yang akurat.

Spekulasi itu harus by data, ngga asal ikut kata hati.

Cara paling gampang buat spekulasi (dengan hasil yang mendekati zero-risk), adalah setelah kamu mendapat wejangan dari 3 orang atau lebih. Mereka 3 orang itu harus yang udah ngerti A-Z dari hal yang mau kamu spekulasi-kan.

Cuma berbekal kayaknya, kamu bisa masuk ke dalam big trouble.

“Dia orang baik, penawarannya bagus, oke lah, join.”

Pasti kamu pernah mengalami hal begini kan?

Yang setelah dijalani ternyata reality ngga sebagus ekspektasi.

Kamu harus belajar untuk lebih bijak mengelola diri.

Inget, 90% masalah itu dateng karena faktor internal, 10% sisanya dari eksternal.

Di Islam itu lebih banyak larangan daripada perintah.

Itu sebenernya mau ngasih tau, kalau kamu mau salam (selamat), jalani hidup dengan santuy aja, ngga usah neko-neko.

Control your self.

Saya ulangi lagi, jangan fokus mencari damai, tapi cukup dengan ngga ciptakan masalah, insya Allah udah auto damai.

Ditambah lagi dzikir dan sholawat, mantab lahir batin Insya Allah.

Saya sendiri juga masih terus latihan.

Sip.

Yakin Ngga Mau Komen?